
Mengapa orang kaya tidak mau membagikan uangnya padahal secuil hartanya bisa menghidupkan satu desa? Mengapa donasi dan bansos yang terlihat mulia memerosotkan ekonomi negara?
Dengan berat hati, tulisan ini membahas secara ringkas dan sederhana mengenai ketidakefektifan donasi dan bansos sebagai salah satu cara redistribusi harta masyarakat yang berhubungan dengan ajaran guru besar ekonomi, Milton Friedman. Note: sekalipun beliau adalah penganut kapitalis dan free market garis keras yang bertolak belakang dengan esensialisme, harus diakui bahwa sang mahaguru telah mendirikan pondasi penting: Permanent Income Hypothesis dan Four Ways of Spending
Note: tulisan ini tidak akan membahas risiko korupsi. Tidak ada sistem yang bisa membendung praktik korupsi.
Permanent Income Hypothesis
Banyaknya harta tentunya adalah faktor penentu pengeluarannya (individual's spending). Tetapi faktor ujung tombak yang mempengaruhi individual's spending menurut Milton Friedman adalah ekspektasi pendapatan jangka panjang. Ini menjelaskan mengapa taipan dengan aset bejibun ragu berdonasi di saat bisnis konglomerasinya di tengah ketidakpastian yang menghasilkan pendapatan di bawah ekspektasinya. Sebaliknya, individual's spending profesional muda mungkin bisa lebih besar secara proporsional dibandingkan big boss. Teori in mempercayai bahwa pekerja yang masih ngekos dengan gaji konstan, karir berprospek, dan situasi kerja kondusif lebih mudah berdonasi.
Implikasi
Jika hipotesis ini benar, banyak implikasi yang terjadi. Pertama, semua lapisan masyarakat, termasuk taipan dengan net asetnya yang positif, terdampak secara psikologis oleh faktor ketidakpastian yang ditimbulkan oleh COVID. Ini membuat piramida kelas sosial amblas kebawah, mengeliminasi lapisan paling bawah masyarakat. Perlu diketahui, kelaparan yang dialami lapisan bawah terjadi bukan karena kurangnya semangat gotong royong dari lapisan atas.
" ... kelaparan yang dialami lapisan bawah terjadi bukan karena kurangnya semangat gotong royong dari lapisan atas."
Kedua, donasi dan bansos dinilai tidak efektif karena bertambahnya pendapatan masyarakat tidak langsung mempengaruhi secara proporsi (multiplier effect). Beberapa beargumentasi bawha upaya yang dilakukan adalah untuk mengisi perut dengan ikan (donasi & bansos) sembari menunggu kail dibagikan (penyediaan lapangan pekerjaan). Jika memberi donasi dan menyiapkan lapangan pekerjaan sama-sama tidak memberikan efek yang instan, mengapa tidak berfokus kepada yang lebih meningkatkan ekspekstasi: membagikan lapangan pekerjaan?
Note: tulisan ini tidak memperdebatkan kebijakan mana yang lebih praktis diimplementasikan.
Four Ways of Spending Money
Menurut Milton Friedman, hanya ada empat cara pengeluaran uang. Berbicara mengenai donasi, tulisan ini hanya membahas dua dari empat cara [2 cara lainnya dapat dilihat di bagan di bawah ini]. Yang pertama adalah spending uangmu sendiri untuk orang lain. Yang Kedua adalah spending uang orang lain untuk orang lain. Secara singkat dan sederhana, cara pertama berhati-hati terhadap nominal pengeluaran (karena uangmu sendiri), tetapi tidak maksimal dalam memanifestasikan pemberian (selalu susah tepat sasaran sesuai kebutuhan penerima). Cara kedua dinilai cenderung meremehkan (karena bukan uangmu) dan sama dengan sebelumnya, tidak bijaksana dalam mewujudkan pemberian (susah tepat sasaran). Secara prinsip, dua cara ini tidak efektif memaksimalkan kepuasan (utility) penerima dan tidak efisien dalam memaksimalkan nilai tertinggi dari dana yang disumbangkan.

Implikasi
Jika prinsip ini benar, akan terjadi banyak economic waste. Aksi donasi berjalan sesuai dengan cara pertama yaitu menggunakan uang pribadi donatur untuk membantu korban. Memang aksi ini masih berhati-hati di satu sisi karena melibatkan uang pribadi. Namun di sisi lain, secara teori, donatur yang mengeluarkan Rp. 1 jt tidak akan akan memberikan benefit kepada penerima senilai Rp. 1 jt. Bukan karena uangnya hilang di tengah jalan, tetapi karena donatur tidak tahu kebutuhan penerima (cth: korban butuh jaminan pekerjaan, bukan sembako). Mungkin korban berpikir alangkah baiknya jika aku diberi pekerjaan dengan gaji Rp. 500 rb per bulan dibandingkan dengan sembako seharga Rp. 1 jt.
Aksi bansos memainkan peran cara kedua yaitu pemerintah menggunakan uang rakyat untuk membantu rakyat. Pada prinsipnya, aksi ini tidak efisien dan tidak efektif. Dari sisi pemberi, teori ini mempercayai adanya inefisiensi saat pemerintah menggunakan dana yang bukan miliknya. Secara teori, pemerintah dari tingkat manapun cenderung sembrono. Ini diperkeruh dengan banyaknya pihak yang berkepentingan dan desentralisasi power. Buktinya terpampang jelas saat ada pejabat yang menggunakan sisa anggaran pemerintah dengan tujuan semata menghabiskannya saja. Sisa anggaran yang dipakai agar ludes itu adalah economic waste. Terlebih lagi di sisi penerima, ini serupa dengan paragraf sebelumnya. Pemerintah memberi bansos Rp. 1 Milyar tetapi korban menerima benefit kurang dari Rp. 1 Milyar. Bukan karena korupsi, tetapi karena tidak tepat sasaran.
"Bukan karena korupsi, tetapi karena tidak tepat sasaran."
Note: tulisan ini belum melibatkan tingkat edukasi dan literasi yang rendah di masyarakat kelas bawah yang akan memperkuat gagasan ini.
Konklusi
Sudah jatuh ketiban tangga. Secara prinsip, bayangkan keblunderan besar ini: anggaran puluhan triliunan yang dipikir bisa menghidupkan ekonomi masyarakat bawah dipakai secara ugal-ugalan yang membuat masyarakat menerima benefit yang tidak dibutuhkan (bukan kepastian yang meningkatkan ekspektasi long-term average income mereka). Itu sama saja dengan uang triliunan dibakar begitu saja. Mengharapkan kalangan atas atas dasar inisiatif sendiri untuk redistribusi harta? Tidak mungkin ada harapan.
" ... anggaran puluhan triliunan yang dipikir bisa menghidupkan ekonomi ... Itu sama saja dengan uang triliunan dibakar begitu saja."

Pemikiran ini menujukkan hal yang paling menakutkan di antara semua kebijakan. Ketakutan bukan berasal dari damage yang dihasilkannya secara dramatis, tetapi economic waste yang lenyap begitu saja dan tidak pernah dipertanyakan. Memang kebocoran atap rumah kelihatan sangat memprihatinkan bagi pemiliknya. Tetapi kebocoran pipa air bersih di dalam struktur bangunan yang pelan-pelan menambahkan beban tagihan PDAM dan menggrogoti kekuatan sktruktur bangunan selama bertahun-tahun adalah kerugian yang tidak terdeteksi dan berpotensi menimbulkan kerusakan yang jauh lebih besar.
Pemikiran ini akan menuai kontroversi. Banyak masayarakat yang akan tumbang; banyak pejabat yang akan kehilangan panggungnya. Negara sudah cukup dengan Harvey Dent, "pahlawan rakyat" yang berdiri di pondium, yang menjaga semangat kemasyarakatan, walaupun dalam hati kecilnya mengetahui betul cara-cara altruisme tidak akan menyelesaikan COVID dalam satu tebasan. Semoga tulisan ini menyadarkan bahwa negara kita membutuhkan The Dark Knight, yang melakukan pekerjaan di kegelapan, yang tidak gampang terguncang dengan opini publik, dan yang berpegang teguh pada ideologi tertinggi negara.

References:
https://www.adamsmith.org/blog/toilet-paper-and-milton-friedmans-four-ways-of-spending-money#
https://www.financialsamurai.com/the-four-different-ways-to-spend-money-by-milton-friedman/
https://www.investopedia.com/terms/p/permanent-income-hypothesis.asp
Sumber gambar:
https://batman.fandom.com/wiki/Batsignal?file=Batsignal_Telltale.jpg
https://batman-news.com/2015/09/15/this-rich-guy-turned-his-garage-into-the-the-dark-knight-batcave-photos/
https://www.financialsamurai.com/the-four-different-ways-to-spend-money-by-milton-friedman/
https://www.phila3-0.org/it_problems_have_far_reaching_effects
Comments