top of page

HATI-HATI HALU! Edisi Perintis Bisnis (Dunning Kruger Effect & Elon Musk's Wishful Thinking)

Writer's picture: Aldridge TjiptarahardjaAldridge Tjiptarahardja



Tulisan ini ditujukan kepada kamu yang mem-follow akun motivasi bisnis, mengagumi financial guru, tekun mendengarkan podcast investasi saham. Untukmu yang rajin mengikuti webinar yang membahas Unlimited Income dan How to Achieve Your Dream. Untukmu yang saling memotivasi dalam komunitas entreprenur dan membahas secuil kutipan bilioner. Hitler jatuh dalam perang dunia BUKAN karena kurangnya motivasi atau ketidakkompetensian. Kamu yang percaya, "nothing is impossible", WASPADALAH! Ironisnya, mereka benar. Tetapi satu hal yang dilupakan, mereka tidak bilang, "nothing is impossible for you". Secara teori, tidak ada hal yang mustahil dilakukan, tetapi di antara jutaan lautan manusia, belum tentu kamu kebagian jatah melakukan yang impossible. Yakin kamu ga halu?


Terdapat banyak kata mutiara taipan dan tokoh konglomerat yang diagungkan, sedikit yang dipertanyakan. Kini Warren Buffet hidup bagaikan nabi. Investor abal-abal mengikuti pengajarannya dengan buta. Sangat wajar jika kita terpapar dengan kehaluan jika kita sering menitikberatkan kasus kesuksesan mereka yang membenarkan caranya (the end justifies the means). Ironisnya lagi, ini sejalan dengan Elon Musk. Ia lebih mengandalkan First Priciple [tidak dibahas di tulisan ini] daripada studi kasus. Terlebih, ia menasihati kita untuk menghindari wishful thinking, yang diartikan jangan ngarep. Sangat tidak menginspirasi. Beginilah buah pemikirannya yang teknis dan realistis membuatnya terlihat relatif tidak karismatik dibandingkan tokoh lainnya. Berikut adalah contoh kehaluan yang serupa wishful thinking.


Note: tulisan ini tidak membahas mana kesuksesan. Banyak artikel dan buku lain yang meredefinisikannya.


Dunning Kruger Effect & Overconfidence Bias

Kehaluan yang paling menonjol di antara semua perintis bisnis adalah overestimasi faktor internal (seperti kompetensi dan karakter) yang berkontribusi dalam mencapai kesuksesan. Dunning-Kruger Effect mempercayai adanya bias kognitif di dalam seseorang. Individu cenderung mempercayai dirinya melakukan hal yang melampaui skill-nya yang terbatas. Robert Green dalam bukunya The Law of Human Nature menjelaskan bahwa kepercayaan diri individu terdorong karena kesuksesan kecil yang dialaminya di masa lalu. Ini diperkuat oleh Adam Grant dalam buku Originals. Kepercayaan diri adalah bias yang susah ditaklukkan terutama dalam kreativitas. Dalam The Tipping Point, Malcolm Gladwell juga mengilustrasikan dengan jelas bahwa keberuntungan memainkan peranan penting dalam kesuksesan Bill Gates. Dapat dirangkum bahwa delusi ini merupakan wishful thinking melupakan faktor keburuntungan atau hoki.


Everything's Gonna Be Alright Fallacy dan Self-Serving Bias

Selain overconfidence, dua macam kehaluan ini akan diilustrasikan dalam satu cerita. Kamu dan temanmu bermitra. Kalian baru saja membeli franchise kedai kopi. Kalian sebagai franchisee sudah mengoperasikan kedai kopi kalian sesuai SOP franchisor. Namun angin berhembus ke arah yang berbeda. Setelah tiga bulan semenjak soft opening, kedaimu tidak menghasilkan keuntungan. Profit tidak sesuai janji franchisor. Kamu dan temanmu memutuskan untuk mengadakan grand opening dengan harapan mendongkrak eksistensi geraimu. Banyak kerabat dan teman lama datang. Satu di antara memperhatikan raut mukamu yang lesu. Ia menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Kamu curhat kondisi kedaimu yang sepi. Setelah mendengar ceritamu, beginilah bunyi responnya, "Gapapa kok. Namanya aja baru buka. Nanti juga akan membaik kok.". Karena kamu butuh penghiburan diri, kamu berusaha mempercayai temanmu itu. HATI-HATI HALU! Dalam bukunya Rolf Dobelli berjudul The Art Of Thinking Clearly, inilah yang dinamakan Everything's Gonna be Alright Fallacy. Temanmu yang lain menguping curhatanmu. Ia ikutan nimbrung dan merespon, "Ya gimana lagi, kondisi COVID gini membuat bisnis susah. Jangan menyerah, pasti akan membaik kok." LAGI LAGI HALU! Di buku yang sama, inilah yang dimaksud Self-Serving Bias.


Pertanyaan muncul seiring adanya kerancuan. Darimana kita bisa mengetahui apakah kita sedang pesimis atau bebas dari cognitive error? Atau sebaliknya, optimis atau terpapar bias? Optimis vs pesimis adalah state of mind dan berada di aksis yang berbeda dengan aksis non-bias vs bias. Selayaknya orang bisa bersyukur tetapi tetap tidak kunjung puas dalam bekerja, demikian juga individu yang optimis bisa selalu aware terhadap bias. Di sisi lain, bagaimana kita bisa mengetahui apakah kita terpapar bias atau tidak? Tidak ada informasi yang sempurna di realita pasar bebas. Tidak ada pikiran yang imun terhadap kehaluan juga. Maka dari itu, tidak ada cara untuk menarik konklusi yang absolut. Setidaknya yang bisa kita lakukan adalah mengingat eksistensi kehaluan setiap saat.


Globalisasi membuat definisi sukses setiap orang tidak terlalu jauh berbeda. Resep kesuksesan tidak ada yang pasti. Seperti dalam perlombaan yang menganut zero-sum game, jika kemenangan itu pasti, tidak akan ada yang namanya pemenang. Demikian juga, tidak akan ada orang yang disebut sukses, jika ada jaminan untuk mencapainya. Jika Zuckerberg dan Bezos menekan tombol reset kehidupannya, belum tentu mereka mampu mencapai kondisinya yang sekarang. Kesuksesan adalah hasil kolusi dinamika kehidupan manusia. Sering kali eksis begitu saja seperti bumi yang lahir dari jutaan tahun ledakan. Oleh sebab itu, kali ini saja, ingatlah perkataan Elon Musk. Wishful thinking harus dihindari. Kehaluan harus disadari. Semoga tulisan yang sangat tidak menginspirasi ini setidaknya mengkultivasimu untuk membaca lebih tekun dan berpikir lebih kritis. #KritisBolehBodohJangan



43 views0 comments

Recent Posts

See All

Comentarios


Post: Blog2_Post

Subscribe Form

Thanks for submitting!

  • Instagram

©2021 by The Essentialism. Proudly created with Wix.com

bottom of page