(Social Justice Warrior, Universalisabilitas & Konteks)
Judul Lengkap: 2 Prinsip Ini Akan Melindungi Kamu Sebagai Influencer (Aktivis / Feminist / SJW) Dari Cercaan Netizen

Eksposur media di era globalisasi memicu munculnya istilah baru seperti SJW. Social Justice Warrior (SJW) adalah individu yang mendukung dan mengekspresikan keadilan sosial. Sepintas terdengar seperti sila kelima Pancasila. Namun kenyataan jauh berbeda, predikat SJW yang seharusnya diberikan kepada pemikir intelektual yang kritis zaman dulu sudah bergeser ke individu yang sekedar upload konten di sosial medianya.
Ironisnya, di era banyaknya informasi, SJW malah cenderung diremehkan. Makna SJW berkembang secara peyoratif, membuat SJW sekarang ternormalisasi dan berkonotasi negatif. Di satu sisi, pengaksesan dan penyebaran informasi bertambah mudah. Di sisi lain, minat baca dan kemampuan literasi bangsa bertambah surut. Gap inilah yang membuat banyaknya influencer, yang haus akan engagement, berkoar-koar menanggapi isu keadilan sosial tanpa pondasi dan merebut gelar SJW yang dulunya dipikul oleh kaum pelajar rasional.
Terlepas dari itu, isu keadilan sosial adalah nyata sepanjang masa. Sudah sepatutnya seseorang memperjuangkan isu agar tetap sejalan dengan ideologi negaranya. Namun bagaimana caranya memperjuangkan isu tanpa terlabel SJW yang berkonotasi negatif? Dalam hal ini, beberapa hal yang patut dipertimbangkan dalam memperjuangkan keadilan sosial: universalisabilitas dan konteks.
Note: tulisan ini tidak membahas moral etika dari sudut pandang budaya dan agama. Yang baik dan buruk itu relatif terhadap budaya. Yang dosa dan suci, itu urusan masing-masing kepercayaan di akhirat.
Prinsip Universalisabilitas
Prinsip ini dipromosikan oleh Masta Filsafat Immanuel Kant dalam teori Categorical Imperative [tidak dibahas di tulisan ini]. Ilustrasi akan menjelaskannya dengan singkat dan sederhana. Andaikan kamu mendukung gaya hidup ganja dan seks bebas, kamu harus menerima anakmu yang menghisap ganja sembari tidur bersama Friends-With-Benefit(FWB)-nya di sana-sini. Jika kamu mendukung homoseksualitas, seharusnya kamu tidak keberatan saat saudaramu memutuskan untuk menikah dengan sesama jenis kelamin. Apabila kamu mendukung budaya transgender, seharusnya kamu tidak bersedih dan malu jika ayahmu mengubah jenis kelaminnya menjadi perempuan. Prinsip ini tidak menoleransi kebaperan pribadi karena apapun yang kamu dukung, itulah yang semua orang terima secara universal, termasuk kamu.

Konteks Yang Spesifik
Agar tidak terjadi perluasan masalah, gagasan terhadap isu keadilan sosial perlu dibatasi dengan konteks yang spesifik. Ilustari akan mejelaskannya. Seandainya kamu feminist yang mendukung kesetaraan gender, sudah sepatutnya kamu melibatkan konteks hak sipil. Banyak feminist yang ngotot meminta gender equality tetapi merasa tidak adil jika cabang olahraga Mixed Martial Arts mengadopsi permaninan jenis kelamin campur yang menampilkan wanita dan laki-laki saling baku hantam sampai bercucuran darah di arena resmi UFC. Ilustrasi lain, sebagai pejuang lingkungan, sudah sepatutnya kamu memfokuskan gagasanmu dalam konteks tertentu seperti peniadaan single-use plastic untuk menghindari konflik dengan isu lain seperti perilaku konsumerismemu dalam fast fashion. Konteks diperlukan untuk menghindari keblunderan.

Jikalau istilah ini sudah ada sejak zaman dulu, tokoh-tokoh pelajar seperti Soekarno, M. Hatta, Tan Malaka, Ki Hadjar Dewantara, dan R.A. Kartini sudah pasti menyandang label SJW. Ya, negara kita dimerdekakan dan direformasi oleh SJW. Mereka adalah pejuang sejati yang memperjuangkan isu secara rasional, memegang teguh prinsip universalisabilitas yang dipaparkan dalam konteks yang spesifik untuk menghindari kerancuan. Ingatlah selalu perkataan Soekarno, perjuangan kita sekarang adalah melawan bangsa sendiri (dalam konteks modern adalah netizen). Maka dengan melibatkan dua poin ini, kita sudah mengesampingkan kepentingan pribadi dan berjuang demi kepentingan bersama. Selamat berjuang.
Read, Watch, & Listen:
Book: Indy Hardono - Eureka Di Negeri Seberang: Pendidikan Tak Bergaris Keras [buku]
Youtube: Martin Suryajaya - SJW Zaman Old, SJW Zaman Now
Reference:
Indy Hardono - Eureka Di Negeri Seberang: Pendidikan Tak Bergaris Keras [buku]
Martin Suryajaya - SJW Zaman Old, SJW Zaman Now https://www.youtube.com/watch?v=ri7LG1wRIjl
Teachers College Columbia University - Categorical Imperatives and the Case for Deception: Part I https://www.tc.columbia.edu/institutional-review-board/irb-blog/categorical-imperatives-and-the-case-for-deception-part-i/
Comments